mesin pencari

20080922

Tingkat spiritualitas seseorang

Bagaimana cara mengukur tingkat spiritualitas atau kerohanian seseorang? pertanyaan yang mulai sering kita dengar. di jaman yang serba full of pressure ini memang semakin banyak orang yang menyadari bahwa mereka perlu mencari guru spiritual, sebagai tempat bersandar dari deraan tekanan hidup. Banyak artis sudah kita tonton memiliki guru spiritual mereka sendiri-sendiri...
Tetapi cara mengukur spiritualitas seseorang tidaklah semudah kita memindahkan chanel infotainment di TV dari satu saluran ke saluran lain. spiritualitas bukanlah sesuatu yang abstrak pula sehingga masih bisa diukur... hanya saja kalau parameter yang kita pakai mengukur tingkatan spiritualitas seseorang yang mungkin saja ingin kita jadikan guru pembimbing rohani kita, salah, maka hati-hati sajalah... karena di luaran begitu banyak ada para materialistis yang berkedok sangat spiritualis...
mengukur tingkat spiritualitas seseorang gampang-gampang susah, dan sangat subyektif dan juga begitu banyak melibatkan rasa.
sekedar pegangan untuk dijadikan acuan, pertama.. kenalilah secara utuh calon guru spiritualitas kita, kalau ada keluarganya juga...
kedua lihatlah kehidupan murid-muridnya, ketiga rasakanlah perubahan yang anda rasakan ketika berada di dekatnya, keempat cermati cara bicaranya dan kelima pastikan perilakunya bisa diterima oleh logika dan perasaan anda
guru sejati, sesungguhnya bisa datang dalam wujud apapun, terkadang datang dalam bentuk yang menyusahkan kita dan terkadang datang dalam bentuk yang menyenangkan. hanya saja kita perlu melatih mata hati ini lebih peka...
spiritualitas bisa diasah oleh lingkungan kita dan cara kita memaknai sesuatu yang datang menghampiri kita.
Jangan sampai kita terasing dari lingkungan kita hanya karena mengejar tingkatan spiritualitas yang lebih tinggi dan jangan sampai kita larut ke dalam ketersesetan spiritualitas materialistis

mulai kerja ama orang...

tahun 1995, mulai bekerja sebagai agen asuransi setelah memasuki tahun ke tiga, perusahaannya, tepatnya induk perusahaan terkena badai BLBI..., tahun 1998 mulai bekerja di Bali News, sebuah tabloid pariwisata mingguan. 2001 memasuki perusahaan IT pertama kali, indo.com o.. ya lupa nyebutin tahun 1999sampai 2000 itu juga sempat jadi guru pendamping di pranidana language school yang membri private ke beberapa hotel besar di Bali.
bekerja di indo.com membuka banyak hal baru dalam hidup dan wawasan... akhirnya tahun 2002 ikut join di balibagus.com kumpulan anak muda Bali yang mencoba peruntungan di webdesign dan online marketing. perusahaan ini masih eksis hingga sekarang dijalani oleh para sahabat yang berjiwa militan dan loyalis...
tahun 2003 sudah mulai memasuki dunia baru, yaitu investasi di saham, lalu belajar tentang future trading... ini dilakukan di danareksa Bali, thanks to my friend... atas kesempatan belajarnya... tahun 2004 pindah keperusahaan perdagangan berjangka untuk menerapkan sedikit pengetahuan tentang future trading.. akhirnya tahun 2005 menempati sebuah gedung baru di jalan teuku umar, masih di peruasahan perdagangan berjangka, tetapi yang ini karena pertemanan dan pertimbangan lokasi kerja yang deket ama rumah... jadi pindah ke yang baru hingga tahun ini, saaat menulis ini, masih kerja di tempat yang sama di PT. Integral IF...hahaahahalumayan sering pindah tempat kerja dan sering ngga nyambung antara tempat yang satu dengan yang lain

20080918

masa kuliah

lanjut ceritanya...
masa kuliah, masa yang memaksa aku untuk mandiri. perploncoan ala poltek yang semi militer telah banyak mengubah kelakuan remaja yang kekanak-kanakan. jadi lebih mandiri, berarti jadi lebih berani ngedeketin cewek, heheheh
sudah mulai memikirkan mau jadi apa kelak nih, kalau habis tamat...
masa ini, aku udah ngga cuma larak lirik temen cewek, tetapi sudah ikut klub cewek hunter, bersama teman-teman di elektro, meskipun daerah buruan masih di dalam kandang poltek saja... tetapi sudah merambah wilayah-wilayah beda jurusan... yang paling sering di satronin sih akuntansi ama tataniaga... istilah sekarang anak-anak jurusan ini... bening, mannn...
mulai mencoba mencari duit sendiri...akhirnya tahu diri, kalau selama ini belajarnya masih kurang, hidup di Bali kok ngga bisa bahasa Inggris...(ini gara-gara ngeliatin tetangga yg hidupnya mapan, gara-gara jadi guide) akhirnya pindah kuliah ke sastra inggris...
new adventure...sempat menjadi ketua himpunan mahasiswa... hobi tetap hunting cewek, cuman mulai serius belajar tentang hidup, mulai cari duit dan yg seru mulai serius cari pasangan hidup
sambil kuliah jualan HP bekas, sekali-kali nyari tamu di seputaran sanur dan kuta...pernah beberapa bulan, setiap minggu bolak-balik Jakarta buat ngumpulin HP bekas (ini benar-benar good business saat itu).
Coba ngajar private dan jadi freelace writer....akhirnya tamat kuliah malah ngga kerja di pariwisata, ngga jadi jadi guide, ngga jadi guru bahasa inggris malah jadi trader saham.:)
yang penting bukan masalah kita tamat dari jurusan apa, tetapi jauh lebih penting apakah kita benar-benar sudah lulus dalam memasuki kehidupan yang begitu indah, think out the box.. ini pesan dosenku saat kuliah di sastra dulu

Masa SMA

Asik, seru dan berkesan untuk dikenang. itulah masa-masa di SMA... sebuah masa yang sepertinya baru beberapa waktu berlalu. kejadian-kejadian itu seolah masih teringat dengan cukup detail...meskipun detail yang kita ingat kadang beda ama detail yang diinget teman...
SMA, adalah masa peralihan, masa dimana kita menunjukan bahwa inilah saya... anak remaja yang sudah besar...ntar lagi mau jadi maha siswa...hehehehe:)
Masa, kita mulai melirik teman yang punya body sexy, mata indah, rambut yang mempesona atau teman yang enak di ajak ngobrol...(beberapa teman, nyari teman yang enak diajak ke kantin, huahahahahahaha) (ingat teman 13)
Masa, kita mau nunjukin kita hebat, loe jual gue beli....pokokne sing nyeh!!! apalagi rame-rame ama teman se geng :) INI di F2)
Masa, ngeber gas motor ampe habis, ampe knalpot meledak-ledak, buat ngeledek lawan...
masa fanatisme tinggi terhadap almamater dan teman...
masa untuk berbuat bodoh dengan bangga:) urunan beli arak, urunan nyewa adult movie dan urunan buat surat ijin ngga masukkk (dgn kelompok belakang)
yup masa SMA memang penh kenangan, penuh kesan... wah malah lupa waktu SMA saya sempat memperhatikan guru yang ngajar di depan kelas ngga yaa.... kalau gurunya cantik sih pasti dapat perhatian (ingat bu yunita), hehehehehheeh

istirahat sejenak MARKET GILA

wah, ternyata lelah juga mengikuti perkembangan market beberapa hari ini...market turun sudah sangat gilaaa, bahkan saat ini kita sedang berada di titik gawat... dunia menuju resesi...
hari ini, beberapa market rebound tetapi ternyata sangat kecil dari kejatuhan saat open... ini menjadi singnal bahwa market sudah kehilangan "confident" banyak investor yg ambil langkah seribu dan banyak juga yang uangnya tinggal seribuan...
jadi lebih baik istirahat, lihat besok dan respon market selanjutnya...
untung ada teman buat chat....lumayan, buat killing si time , sambil menikmati roler costernya nikkei, hanseng dan kospi... semoga Indonesiaku baik-baik saja

dudik

20080903

ini cerita film drupadi..

kalau isinya seperti ini, yang mana mau diprotes????

Kapanlagi.com - Sebuah film pendek, kolaborasi antara seni peran, musik dan tari diproduksi oleh CinemaArt, dengan menampilkan sejumlah tokoh muda perfilman Indonesia. Film dengan judul DRUPADI, diangkat oleh sutradara Riri Riza, sebagai karya idealis, syarat budaya yang siap untuk 'bertarung' di ajang festival.
Film yang mengangkat sepenggal lakon dari kisah khas klasik Mahabarata itu menampilkan bintang Dian Sastrowardoyo sebagai Drupadi, Dwi Sasono sebagai Yudhistira, Nicholas Saputra sebagai Arjuna, Butet Kertaredjasa sebagai Patih Sengkuni, Ario Bayu sebagai Bima dan Doni Alamsyah sebagai Adipati Karno.
Lazimnya kisah Mahabarata, film ini berkisah perseteruan dua kelompok, antara Pandawa dan Kurawa, di mana film ini mengambil sudut pandang Drupadi sebagai pusat cerita.
Drupadi sendiri dalam pewayangan adalah putri Prabu Drupada, raja di kerajaan Panchala, yang juga permaisuri Prabu Yudistira. Ia merupakan simbol perjuangan kaum perempuan yang menolak menjadi 'komoditas' kaum lelaki, dan selalu bertindak memuliakan kaumnya sebagai manusia.
Bahkan dalam kisah asli versi Mahabarata, Drupadi merupakan istri dari lima Pandawa, yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Meski kemudian dalam cerita pewayangan Indonesia 'diluruskan' hanya menjadi permaisuri Yudhistira.
Begitu pun dalam film ini, sosok Drupadi menjadi simbol perjuangan kaumnya, khususnya kaum perempuan yang dalam realitas kehidupan banyak terpinggirkan.
Film ini rencananya baru akan di-launching bertepatan dengan pelaksanaan JIFFest (Jakarta International Film Festival) pada Desember 2008 mendatang. Karenanya sebagai film festival, karya ini diprediksi bakal menjadi karya emas bagi trio produser muda, Mira Lesmana, Dian Sastrowardoyo dan Wisnu Dharmawan. (kpl/ant/dar)

tentang protes film drupadi

Tanggapan terhadap tulisan di blog www.jerosetia.blogspot.com

Protes yang disuarakan oleh WHYO mendapat tanggapan yang menarik dari Ida Bhawati Putu Setia. Tentunya tanggapan Beliau ini mengatas namakan pribadinya yang kebetulan sebagai budayawan dan rohaniawan

Saya, sebagai orang Bali yang beragama Hindu, sependapat dengan WHYO yang menyatakan mahabarata adalah Ithihasa, kisah heroik, yang merupakan bagian dari kitab suci Hindu. Mahabarata yang ditulis oleh Bhagawan Wysa (sang maha rsi yang kita setarakan dengan nabi) dan juga menuliskan weda-weda yg diterima oleh sapta rsi.
Dalam pelajaran yang saya pernah terima disebutkan bahwa karena zaman dahulu weda hanya bisa dibaca oleh golongan brahmana saja, sehingga tidak bisa dibaca oleh kelompok lainnya maka dibuatlah sistimatika pengajaran isi dari weda ini melalui cerita, yaitu melalui ithihasa Mahabarata dan Ramayana. Weda sendiri yang pada mulanya diterima sebagai ajaran tertinggi di Hindu adalah trayi weda bukan catur weda. Setelah melewati proses panjang dan ketika tantra menjadi mayoritas barulah atharwa weda masuk menjadi pelengkap sehingga kita mengenal catur weda.
Mengenai pancamo weda, weda kelima, sesungguhnya bukan hanya bhagawad Gita, masing-masing sampradaya memiliki pancamo wedanya sendiri.ini adalah konsekwensi sebagai akibat adanya pelarangan untuk membaca isi weda. Dan bagi Waisnawa, pemuja Wisnu pancamo weda mereka adalah Bhagawad Gita.
Hindu di Bali, bukannya Hindu tok, tetapi juga sampradaya siwa yaitu siwa sidhanta dan agama adalah salah satu kitab sampradaya ini. Ini bisa dilihat dari ritual dan mantra yang dipakai (katanya)
Tetapi saya tidak alergi ketika Ithihasa ini ditafsirkan, karena sejauh ini saya tidak membaca di hindu ada bhisama yang membunuh mereka yg menafsirkan ithihasa seperti fatwa yang menghalalkan darah salman rusdhie. Apakah mahabarata pernah terjadi atau hanya karya sastra saja? Ini masih membuat saya bingung, apakah karya sastra tidak bisa bahwa yang diceritakan itu pernah terjadi?
Sebagai orang Hindu saya percaya Karma... dan Phala adalah konsekwensi logisnya.

2 berita lagi tentang ITU

Polisi Siapkan 3 Regu untuk Eksekusi Mati Amrozi Cs Didit Tri Kertapati - detikNews
Jakarta - Eksekusi mati terhadap terpidana kasus bom Bali, Amrozi cs, segera digelar tidak lama lagi. Polisi sudah menyiapkan 3 regu untuk eksekusi itu. "Polisi hanya sebagai pelaksana. Kalau di Cilacap (eksekusinya), Polda Jateng (yang melaksanakan). Kita sudah siapkan 3 regu," ujar Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Abubakar saat jumpa pers di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Jumat (1/8/2008).Abubakar menjelaskan, 1 regu terdiri dari 1 perwira, 1 komandan, dan 12 orang tim penembak. 1 Regu akan mengeksekusi mati 1 terpidana bom bali tersebut.Menurut Abubakar, penentuan regu untuk eksekusi itu sesuai dengan Ketetapan Presiden No 2/1964 tentang eksekusi mati. Dari 12 orang tim penembak itu, yang senjatanya akan diisi peluru tajam hanya 3 orang. 9 Orang selebihnya diisi peluru hampa."Mereka (penembak) juga tidak mengetahui (dimana letak peluru tajam dan hampa)," katanya.Seandainya masih belum mati, lanjut Abubakar, komandan regu yang dilengkapi senjata revolver akan menempelkan senjata tersebut ke kening terpidana eksekusi mati tersebut."Ini kewajiban dan resiko komandan regu," imbuhnya.Permintaan Amrozi cs soal eksekusi mati dengan pancung bagaimana Pak?"Di negara kita, tidak ada eksekusi pancung. Ya sesuai dengan Ketetapan Presiden itu tadi," jawabnya.(gus/fiq)

Selasa, 29/07/2008 16:22 WIBProtes Metode Tembak Mati, Amrozi Ajukan Uji Materiil ke MKLaurencius Simanjuntak - detikNews

Jakarta - UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan eksekusi hukuman mati dinilai memberikan celah penyiksaan. Pengacara Amrozi cs akan mengajukan uji materiil UU tersebut ke MK pada 6 Agustus 2008."Insya Allah hari Selasa atau Rabu paling lambat akan mendaftarkan uji materiil ke MK terhadap UU Nomor 2/PPPS/1964," kata Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) Mahendradatta di kantor TPM, Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (29/7/2008).Uji materiil akan didaftarkan oleh sejumlah pengacara Amrozi antara lain, Ahmad Kholid, dan Wirawan Adnan.Mahendradatta memprotes tata cara tembak mati yang ada dalam UU tersebut. Menurut Mahendradatta, ada 2 pasal dalam UU 2/PPPS 1964 yang memberikan celah penyiksaan."Dikatakan terpidana akan ditembak 1 kali. Bila tidak mati kemudian akan ditembak lagi oleh komandan regu dengan ditempelkan di kepala. Artinya UU tersebut mengakui adanya kemungkinan penembakan tidak mati," ujarnya."Kemungkinan penembakan yang tidak mati menunjukkan tata cara pelaksanaan hukuman mati mengandung penyiksaan. Ini membuka ruang di mana ada saat terpidana merasa sakit, sampai dengan ditembak untuk yang kedua kalinya," lanjut Mahendradatta.Selain itu, kata dia, UUD 1945 pasal 28 i menyatakan hak untuk tidak disiksa. "Itu tidak bisa dikurangi dalam bentuk apapun," cetus dia.Mahendradatta menegaskan pengajuan uji materiil tidak bermaksud menunda eksekusi Amrozi. "Kami hanya ingin bila mana Amrozi harus dihukum mati harus dengan aturan yang benar. Untuk menaruh hukum pada tempatnya," kata Mahendradatta.(aan/iy)

2 berita eksekusi Amrozy

26/08/2008 17:27 - Kasus Bom Bali I
Eksekusi Amrozy Cs Tidak Akan DitundaLiputan6.com,
Denpasar: Kejaksaan Tinggi Bali membantah keras informasi yang menyebutkan eksekusi tiga terpidana mati kasus bom Bali I bakal ditunda setelah Idul Fitri. Kendati Ramadan tinggal beberapa hari lagi, pihak Kejati Bali optimistis terpidana mati Amrozy cs dapat dieksekusi sebelum masuk bulan puasa.Diakui, saat ini tiga jaksa dari Bali yang menjadi saksi eksekusi terpidana mati tersebut belum berangkat ke Jawa Tengah. Namun, hal itu semata-mata tinggal menunggu perintah Kepala Kejati Bali. Sedangkan Tim Pembela Muslim sebelumnya mengaku telah mengirim surat kepada Mahkamah Agung agar eksekusi ketiga terpidana dapat ditunda


Eksekusi Amrozy Cs. Ditunda

Jakarta (Bali Post) Eksekusi mati terhadap Amrozy cs. bakal ditunda. Hingga beberapa hari memasuki bulan puasa ini, Kejaksaan Agung belum juga memastikan pelaksanaan hukuman tersebut. Padahal, sebelumnya telah dipasang target untuk mengeksekusi mereka minimal satu minggu menjelang Ramadan.Kapuspenkum Kejaksaan Agung BD Nainggolan tidak menampik kemungkinan eksekusi itu diundur. Namun, ia berani memastikan upaya hukum itu dilaksanakan pada 2008. Namun, belum bisa memastikan jadwalnya. 'Pelaksanaannya menunggu waktu yang tepat. Tetapi dilakukan tahun ini juga,' kata Nainggolan, Selasa (26/8) kemarin. Menurutnya, target yang dipasang Jaksa Agung Hendarman Supandji merupakan sebuah harapan. Bahkan, segala persiapan berkaitan dengan eksekusi itu telah dilakukan aparat kejaksaan dan kepolisian. Namun, sepertinya harapan itu tidak dapat terwujud, karena terkendala oleh proses administrasi hukum. 'Prinsip kami adalah penegakan hukum jangan sampai melanggar hukum,' seloroh mantan Wakajati Kalsel ini. Pelaksanaan eksekusi para terpidana mati bom Bali I itu, jelas Nainggolan, akan diumumkan kepada publik. Tetapi bukan beberapa hari menjelang eksekusi, melainkan beberapa jam setelah hukuman mati dilaksanakan. Tindakan ini dilakukan demi pertimbangan kelancaran eksekusi dan keamanan. (kmb3)

Satya Wacana


Om Swastyastu,


Pagi ini saya masih tidak percaya, koran pagi belum juga memuat berita eksekusi Amrozy cs. Memang belakangan ini koran di Bali sudah menjadi etalase promosi bagi institusi dan perorangan. tetapi tetap saja saya berlangganan dan mencari satu-dua tulisan yang menyampaikan fakta yang terjadi. dan salah satu yang saya tunggu-tunggu adalah fakta eksekusi amrozy cs.

Kejaksaan Agung yang mewakili pemerintah sudah pernah mewacanakan bahwa Amrozy cs akan dieksekusi sebelum bulan puasa, bahkan saya baca dan tonton persiapan eksekusi sudah dilaksanakan. tetapi fakta adalah kebenaran saat ini.

dan kebenaran itu adalah Amrozy cs belum di eksekusi.

sakit hati, jelas saya sakit hati... pemerintahan yang dikomandani oleh orang yang ikut saya pilih dengan pertimbangan pribadi yang memiliki sikap tegas, disiplin dan setia kepada sumpah ternyata tidak bisa mengawal apa yang saya pahami sebagai satya wacana.

satya wacana, setia dan berkomitmen terhadap kata-kata yang sudah keluar adalah salah satu syarat menjadi pemimpin besar.

lalu muncul dalam pikiran ini, bahwa Amrozy tidak akan pernah di eksekusi... karena daerah yang diwakili oleh peristiwa ini adalah pulau Bali yang kecil dengan penduduk yang cuman tiga juta apalagi mayoritas penduduknya beragama Hindu yang jelas kelompok minoritas di Negara Indonesia.

Kalau dibawa kedalam hitungan strategis menjelang 2009, jelas, lebih menguntungkan tidak mengeksekusi Amrozy CS yang mewakili kelompok mayoritas, daripada mengeksekusinya. Bahkan tanpa mengeksekusipun suara tiga juta yang ada di Bali tidak akan hilang 100%.

Hanya saja, pemimpin yang tidak satya wacana, meskipun bisa berkuasa tentu tidak akan pernah menjadi pemimpin besar. bahkan tidak pernah menjadi pemimpin sesungguhnya.


denpasar, 1 september 2008

20080808

Political view in Hindu

Bali will face general election next year, and just complated governoor's election... there's a hope that political event that will occur give Bali more peacefull condition. No riot, no chaos and no more money politics....
below is great article about politic point of view in Hindu

Arthashastra deals in detail with the qualities and disciplines required for a Rajarshi - a wise and virtuous king.
"In the happiness of his subjects lies the king's happiness, in their welfare his welfare. He shall not consider as good only that which pleases him but treat as beneficial to him whatever pleases his subjects" - Kautilya.
According to Kautilya, a Rajarshi is one who:
Has self-control, having conquered the inimical temptations of the senses;
Cultivates the intellect by association with elders;
Keeps his eyes open through spies;
Is ever active in promoting the security & welfare of the people;
Ensures the observance (by the people) of their dharma by authority & example;
Improves his own discipline by (continuing his) learning in all branches of knowledge; and
Endears himself to his people by enriching them & doing good to them.
Such a disciplined king should: -
Keep away from another's wife;
Not covet another's property;
Practice ahimsa (non-violence towards all living things);
Avoid day dreaming, capriciousness, falsehood & extravagance; and
Avoid association with harmful persons and indulging in (harmful) activities.
Kautilya says that artha (Sound Economies) is the most important; dharma & kama are both dependent on it. A Rajarishi shall always respect those councillors and purohitas who warn him of the dangers of transgressing the limits of good conduct, reminding him sharply (as with a goad) of the times prescribed for various duties and caution him even when he errs in private.
Duties of the King
If the king is energetic, his subjects will be equally energetic. If he is slack (and lazy in performing his duties), the subjects will also be lax and thereby eat into his wealth. Besides, a lazy king will easily fall into the hands of enemies. Hence the maharaj should himself always be energetic. He shall divide the day and the night, each into eight periods of one and half hours, and perform his duties as follows
It is interesting to note that Kautilya prescribes that the state should carry out most of the businesses, including mining. No private enterprise for Kautilya! One is amazed at the breadth of Kautilya's knowledge. Though primarily it is treatise on statecraft, it gives detailed descriptions and instructions on geology, agriculture, animal husbandry, metrology etc. Its encyclopedic in its coverage and indicates that all these sciences were quite developed and systematized in India even 2500 years ago. It is surprising that even in the I Millennium BC, they had developed an elaborate terminology for different metals, minerals and alloys. Brass (arakuta) was known, so also steel (vrattu), bronze (kamsa), bell-metal (tala) was an alloy of copper with arsenic, but tin-copper alloy was known as trapu. A bewildering variety of jewellery was also classified and given distinctive names.
The chapter mentions and discusses the knowledge possessed by the Indians as far back as the 4th century BC. At this time 'Kautilya' produced the unparalleled treatise named Arthasastra. Kautilya is no other than the extremely clever 'Chanakya' or 'Vishnugupta' who was also the teacher of king Chandragupta. It was Kautilya who through his sheer genius and shrewdness put an end to the power of Nandas and placed Chandragupta on the throne of Magadh. Kautilya, being an Acharya or a revered teacher of King Chandragupta was directly involved in statecraft as the king always sought his advice. The authorship of Arthasastra in such a capacity assumes great importance. Much before the Europeans could give due credence to earlier literary documents such as the 'Vedas', they recognized the Arthasastra as the primary record of objective facts. Moreover, as the Arthasastra is essentially a book on statecraft, the extensive treatment given to mines, minerals and metals in it proves the concerns of Indians in this regard. For example, Kautilya declared that 'mines were the very source from which springs all temporal power for the strength of government and the earth, whose ornament is the treasury, which is acquired by means of the treasury and the army'. This concept that mines, namely, mineral wealth, are a source which forms the basis of finance was always uppermost in his mind in both his tracts, one rich in agriculture and the other in mines. In their survey of the literary evidence in relation to the wealth and knowledge the authors rightly refer to Kautilaya's Arthasastra as a storehouse of information regarding minerals and metals in ancient India of the pre-Christian era.
The chapter begins with the importance of 'mines and metals' in the society and here we are told that one of the most crucial statements in the Arthasastra is that gold, silver, diamonds, gems, pearls, corals, conch-shells, metals, salt and ores derived from the earth, rocks and liquids were recognized as materials coming under the purview of mines. The metallic ores had to be sent to the respective Metal Works for producing 'twelve kinds of metals and commodities'. Though the authors wish to show the importance of mines and metals in the society, yet what they point to is their importance for the state and the powers that the state exercised over them. Perhaps, Kautilya himself did not treat the matter so and focused to show its importance for the state alone as the book Arthasastra is on statecraft and not on society.
We know that Chandragupta, on the advice of Kautilya, had amongst its officials a 'Director of the Mines' – the Akaradhyaksha. Here the chapter discusses the Director of the Mines, his qualifications and his duties. The Arthasastra advises the Director of Mines to concentrate on the more accessible mines needing less capital investment and yielding large quantities of commodities and large profits over a number of years. The temptation for mining highly valuable gems should be controlled since such materials were rarely obtained in large quantities in one place, and the buyers were few and rarely available. Further, it is told that burdensome mines may be leased to individuals, but otherwise all large profitable mines and metal works should be operated by the state itself.
The next section deals with the gem minerals and is treated more extensively than others. We wonder if it is not due to the fact that the gem minerals reflected the richness of Indian kings. Here we are told that Mani-dhatu or the gem minerals were characterized in the Arthasastra as 'clear, smooth, lustrous, and possessed of sound, cold, hard and of a light color'. Excellent pearl gems had to be big, round, without a flat surface, lustrous, white, heavy, and smooth and perforated at the proper place. There were specific terms for different types of jewellery: Sirsaka (for the head, with one pearl in the centre, the rest small and uniform in size), avaghataka (a big pearl in the center with pearls gradually decreasing in size on both sides), indracchanda (necklace of 1008 pearls), manavaka (20 pearl string), ratnavali (variegated with gold and gems), apavartaka (with gold, gems and pearls at intervals), etc. Diamond (vajra) was discovered in India in the pre-Christian era. The Arthasastra described certain types of generic names of minerals red saugandhika, green vaidurya, blue indranila and colorless sphatika. Deep red spinel or spinel ruby identified with saugandhika, actually belongs to a different (spinel) family of minerals. Many other classes of gems could have red color. The bluish green variety of beryl is known as aquamarine or bhadra, and was mentioned in the Arthasastra as uptpalavarnah (like blue lotus). The Arthasastra also mentions several subsidiary types of gems named after their color, lustre or place of origin. Vimalaka shining pyrite, white-red jyotirasaka, (could be agate and carnelian), lohitaksa, black in the centre and red at the fringe (magnetite; and hematite on the fringe?), sasyaka blue copper sulphate, ahicchatraka from Ahicchatra, suktichurnaka powdered oyster, ksiravaka, milk coloured gem or lasuna and bukta pulaka (with chatoyancy or change in lustre) which could be cat's eye, a variety of chrysoberyl, and so on.
The authors further mention that at the end was mentioned kacamani, the amorphous gems or artificial gems imitated by coloring glass. The technique of maniraga or imparting colour to produce artificial gems was specifically mentioned.
We are told that the Arthasastra also mentions the uses of several non-gem mineral and materials such as pigments, mordants, abrasives, materials producing alkali, salts, bitumen, charcoal, husk, etc.
Pigments were in use such as anjan ,( antimony sulphide), manahsil ( red arsenic sulphide), haritala, (yellow arsenic sulphide) and hinguluka (mercuric sulphide), Kastsa (green iron sulphate) and sasyaka, blue copper sulphate. These minerals were used as coloring agents and later as mordants in dyeing clothes. Of great commercial importance were metallic ores from which useful metals were extracted. The Arthasastra did not provide the names of the constituent minerals beyond referring to them as dhatu of iron (Tiksnadhatu), copper, lead, etc.
Having reviewed the literary evidence the authors maintain that the Arthasastra is the earliest Indian text dealing with the mineralogical characteristics of metallic ores and other mineral-aggregate rocks. It recognizes ores in the earth, in rocks, or in liquid form, with excessive color, heaviness and often-strong smell and taste. A gold-bearing ore is also described. Similarly, the silver ore described in the Arthasastra seems to be a complex sulphide ore containing silver (colour of a conch-shell), camphor, vimalaka (pyrite?). The Arthasastra describes the sources and the qualities of good grade gold and silver ores. Copper ores were stated to be 'heavy, greasy, tawny (chalcopyrite left exposed to air tarnishes), green (color of malachite), dark blue with yellowish tint (azurite), pale red or red (native copper). Lead ores were stated to be grayish black, like kakamecaka (this is the color of galena), yellow like pigeon bile, marked with white lines (quartz or calcite gangue minerals) and smelling like raw flesh (odour of sulphur). Iron ore was known to be greasy stone of pale red colour, or of the colour of the sinduvara flower (hematite). After describing the above metallic ores or dhatus of specific metals, the Arthasastra writes: In that case vaikrntaka metal must be iron itself which used to be produced by the South Indians starting from the magnetite ore. It is not certain whether vaikrntaka metal was nickel or magnetite based iron. Was it the beginning of the famous Wootz steel?
The Arthasastra mentions specific uses of various metals of which gold and silver receive maximum attention. The duties of suvarna-adhyaksah, the 'Superintendent of Gold, are defined. He was supposed to establish industrial outfits and employ sauvarnikas or goldsmiths, well versed in the knowledge of not only gold and silver, but also of the alloying elements such as copper and iron and of gems which had to be set in the gold and silver wares. Gold smelting was known as suvarnapaka. Various ornamental alloys could be prepared by mixing variable proportions of iron and copper with gold, silver and sveta tara or white silver which contained gold, silver and some coloring matter. Two parts of silver and one part of copper constituted triputaka. An alloy of equal parts of silver and iron was known as vellaka.
Gold plating (tvastrkarma) could be done on silver or copper. Lead, copper or silver objects were coated with a gold-leaf (acitakapatra) on one side or with a twin-leaf fixed with lac etc. Gold, silver or gems were embedded (pinka) in solid or hollow articles by pasting a thick pulp of gold, silver or gem particles and the cementing agents such as lac, vermilion, red lead on the object and then heating.
The Arthasastra also describes a system of coinage based on silver and copper. The masaka, half masaka, quarter masaka known as the kakani, and half kakani, copper coins (progressively lower weights) had the same composition, viz., one-quarter hardening alloy and the rest copper.
The Arthasastra specifies that the Director of Metals (lohadhyakasa) should establish factories for metals (other than gold and silver) viz., copper, lead, tin, vaikrntaka, arakuta or brass, vratta (steel), kamsa (bronze), tala (bell-metal) and loha (iron or simply metal), and the corresponding metal-wares. In the Vedic era, copper was known as lohayasa or red metal. Copper used to be alloyed with arsenic to produce tala or bell metal and with trapu or tin to produce bronze. Zinc in India must have started around 400 BC in Taxila. Zawar mines in Rajasthan also give similar evidence. Vaikrntaka has been referred to some times with vrata, which is identified by many scholars including Kangle, as steel. On the top of it, tiksna mentioned as iron, had its ore or dhatu, and the metal was used as an alloying component. Iron prepared from South Indian magnetite or vaikrantakadhatu was wrongly believed to be a different metal.
A bar and a broken sword of steel were found at the bottom of the Khan Baba stone Pillar of Heliodorus (dated before 125 BC). The sword assayed 0.7 % carbon and was certified by Sir Robert Hadfield as having been 'deliberately manufactured as steel' (Archaeological Survey Report, 1913-14, pp. 203-4). This discovery lends credence to the Arthasastra mentioning vratta (steel) and various war equipments such as khadga (sword). Arrows were iron-tipped. Indian army equipped with iron-tipped arrow and iron swords assisted Xerexes and other Achaemenid emperors in fighting Greece.
The authors have thus established that Kautilya's Arthasastra records Indians' skill and knowledge of processing gem minerals, metallic ores, metals, alloys and the end products, as well as an aptitude for scientific methodology, and the development of an elaborate terminolgy, during the sub-continent's Early Historical Period.
sources: http://www.hinduism.co.za/ and en.wikipedia.org

20080728

starting new business


This is my new business. Selling electronic pulsa. starting this business without head cost, couse registering to join it is totally free. The type of this business is more like multy level marketing but it's just a viral marketing.we do not have to think about balancing, closing point, monthly or annual fee. just need handset or selluler phone then you can start your business.

Awalnya saya malas ikutan jualan pulsa elektrik ini. kenapa? karena kalau sy mau beli pulsa tinggal sms teman suruh isi, beres...tetapi setelah baca-baca buku manualnya ehh lumayan juga ya bisa menghemat. Akhirnya saya gabung di bisnis ini, disamping karena gratis untuk join juga karena pembelian pulsa di rumah (saya, adik dan istri) mencapai 300 ribu sebulan. dengan ikut menjadi agen pulsa maka saya bisa menghemat 15 ribu, tidak besar sih.... tetapi dijaman yg sulit ini penghematan sekecil apapun harus kita lakukan, seperti pesan PLN yg meminta kita mematikan yang tidak perlu hehehehejuga walhi, hematlah pemakaian tas kresek (tas plastik) dan ternyata dengan membeli pulsa elektrik berarti kita juga menghemat pembuangan sampah plastik, paling tidak bekas pembungkus dan kertas pulsa.intinya bisnis ini bagus dijalankan. disamping menghemat kita bisa dapat tambahan duit... dari jualan pulsa ke teman dan tetangga.ilustrasi saya di kantor, adalah setiap bulan teman-teman dikantor itu total pembelian pulsa mereka mencapai satu juta rupiah. dan dari jualan eceran itu saya bisa mendapatkan pulsa gratis buat sekeluarga setiap bulannya hehehehehe....nah kalau ada teman yang mau bergabung silahkan kirim sms ke 087861312031